Jumat, 26 September 2014

[One Shoot] As Sweet As Ice Cream.

Tittle: As Sweet As Ice Cream.
Author: Ji Ri Kwon.
|| Marrige life, family, romance, fluff || General || One shoot || Kwon Jiyong.
Sandara Park.
Kwon Yun Hwan (OC) ||


***

Es krim, makanan yang masuk dalam kategori makanan penutup, yang memiliki cita rasa manis, dan rasa lembut ketika bersentuhan dengan lidah. Makanan yang tersaji dalam berbagai macam rasa ini, mampu membuat setiap penikmatnya terbuai akan kelezatannya dan sensasi lain, yang membuat penikmatnya seakan melayang-layang ke angkasa yang dipenuhi kebahagiaan. Berlebihan? Tidak. Karena ini adalah fakta, bukan sebuah opini lagi.

Setiap orang pasti menyukai es krim, termasuk anak kecil sekalipun. Bahkan anak kecil, akan menempati urutan pertama yang menjadi penggila es krim, termasuk anak laki-laki berusia 8 tahun, yang bermarga Kwon. Dia bernama Kwon Yun Hwan, anak laki-laki yang terlahir dari pasangan sehidup semati, Kwon Jiyong dan Sandara Kwon. Jika kalian bertanya apa kesukaannya, dengan antusias Yun Hwan akan menjawab, 'es krim'. Lalu, jika kalian bertanya es krim rasa apa yang paling dia sukai, maka Yun Hwan akan menjawab, 'semuanya'.

Yun Hwan sangat menyukai es krim. Setiap hari dia akan menikmati es krim dalam berbagai rasa. Mulai dari rasa cokelat, vanilla, sampai es krim rasa mint, semua sudah pernah dia coba. Kecintaannya pada es krim, mengalahkan segalanya. Termasuk mengalahkan kebencian Appa-nya terhadap apapun yang berhubungan dengan es krim.

Jiyong selalu mengomel panjang lebar saat mengetahui anak laki-laki satu-satunya sedang menikmati es krim, sampai membuat baju atau seragam sekolahnya kotor. Bukan tanpa alasan Jiyong membenci es krim, dulu saat dia masih seusia Yun Hwan, Jiyong pernah terjatuh hingga masuk ke dalam parit di depan rumahnya, akibat ditabrak gerobak penjual es krim. Kejadian itu masih terekam jelas dalam memori otak Jiyong, bahkan sampai sekarang Jiyong masih ingat nama penjual es krim yang menabraknya, yang saat ini sudah meninggal.

Jiyong memang membenci es krim, tapi sekuat apapun dia melarang Yun Hwan untuk tidak menikmati es krim, tetap saja tidak berhasil. Pernah suatu hari, Jiyong tidak kosentrasi dalam bekerja, karena memikirkan sebuah cara untuk membuat Yun Hwan berhenti menggilai es krim. Tetapi usahanya selalu gagal. Keadaan semakin diperparah dengan Dara yang suka belajar membuat es krim sendiri, agar baik untuk kesehatan Yun Hwan dan Dara tidak akan khawatir lagi dengan bahan apa saja yang menjadi komposisi es krim yang dinikmati putranya itu.

Seperti hari ini, Dara membuat es krim rasa cokelat yang lumayan banyak untuk persediaan dua hari ke depan. Dara sudah menyiapkan es krim ke dalam wadah yang lucu untuk menarik perhatian Yun Hwan, sebelum dia pergi ke supermarket. Tetapi, sepertinya Yun Hwan gagal menikmati es krim buatan Eomma-nya hari ini.

"Appa..kenapa kau menjatuhkan es krim-ku?" Yun Hwan mendongakkan kepalanya, menatap Appa-nya yang bertubuh lebih tinggi darinya.

"Mianhae Yun Hwan, Appa tidak sengaja menyenggol lenganmu sampai membuat es krim-mu jatuh berantakan." Jiyong merendahkan tubuhnya, agar sejajar dengan Yun Hwan. Dia menatap lekat setiap lekuk wajah Yun Hwan yang lebih mirip Dara, dibandingkan dengan dirinya.

"Tapi Appa selalu ingin membuatku berhenti menyukai es krim. Apa ini salah satu usaha Appa?" Yun Hwan menatap Jiyong dengan serius, tetapi tetap dengan wajah polosnya.

Jiyong mengelus lembut puncak kepala Yun Hwan, "Apa aku terlihat sangat mencurigakan, hemm?"

Yun Hwan menggeleng, "Aniya, tetapi Appa sangat membenci es krim, dan tidak suka melihatku makan es krim."

Jiyong membelai lembut wajah anaknya, menghapus air mata Yun Hwan yang mulai berhenti menetes. Yun Hwan memang menangis, tetapi dia tidak menangis histeris. Karena dia takut membuat Jiyong marah.

"Ayo, Appa akan ambilkan es krim yang masih tersisa di lemari pendingin. Tadi Appa lihat, Eomma membuat es krim yang lumayan banyak." Jiyong berdiri dan hendak melangkah mendekati lemari pendingin yang terletak di sisi kanan dapur, tetapi Yun Hwan menghentikan langkahnya.

Yun Hwan menatap Appa-nya sesaat, kemudian dia menundukkan kepala dan memainkan jari-jarinya. Dengan suara yang terdengar gemetar, Yun Hwan berkata, "Appa, es krim-nya sudah habis."

"Mwo?! Kau menghabiskan es krim begitu banyak, dalam waktu kurang dari satu jam, hahh?!" Jiyong menatap dengan tajam ke arah Yun Hwan yang masih menunduk.

Yun Hwan sangat ketakutan saat Jiyong membentaknya. Dia mencoba menahan tangisnya, agar tidak kembali pecah. Yun Hwan takut, jika dia menangis lagi, Jiyong akan semakin murka.

Jiyong berusaha menahan emosinya yang mulai membuncah. Dia memang mudah marah, jika berhubungan dengan Yun Hwan. Itu dikarenakan Jiyong sangat protectiv terhadap Yun Hwan, terutama masalah kesehatannya. "Yun Hwan, cepat pergi ke kamar, dan kerjakan semua tugas sekolahmu!"

"Baik Appa." Yun Hwan meninggalkan Jiyong, yang masih tetap berdiri di dapur. Saat Yun Hwan baru menginjak anak tangga pertama, dia berhenti dan kembali menatap Jiyong. Yun Hwan merasa bersalah karena telah membuat Jiyong marah.

Dengan lap yang baru saja dia ambil, Jiyong berjongkok dan mulai membersihkan es krim yang sudah mencair di lantai. Jiyong memang sering menumpahkan es krim Yun Hwan dengan sengaja, karena itu salah satu triknya agar Yun Hwan berhenti menyukai es krim, tapi untuk yang kali ini, Jiyong memang tidak sengaja menumpahkannya.

"Ji...apa yang terjadi?" Dara yang baru saja pulang dari supermarket, terkejut melihat Jiyong yang tengah membersihkan bekas es krim dengan wajah merah padam.

Jiyong tidak menjawab pertanyaan istrinya. Dia hanya menatap sekilas Dara yang juga ikut berjongkok melihat dirinya.

Dara hanya tersenyum, meski Jiyong tidak menggubris pertanyaannya. "Kau menumpahkan es krimnya lagi?" Tanya Dara dengan lembut.

Jiyong berdiri dan melempar lap-nya ke atas meja makan dengan kasar. "Aku tidak suka jika kau membuatkan es krim untuk Yun Hwan!" Ucap Jiyong, dengan nada yang sedikit kasar.

Dara mengikuti langkah Jiyong, yang berjalan ke arah ruang keluarga. "Wae Ji? Aku hanya ingin menyenangkan Yun Hwan, dan jika aku membuatkan es krim untuknya, kita tidak perlu khawatir, karena kita tahu bahan apa saja yang di pakai."

Jiyong menatap Dara yang duduk di sampingnya. Dia menatap dalam ke arah manik mata istrinya. Setiap kali Jiyong menatap Dara, jantungnya selalu berdetak tidak karuan, seperti orang yang baru merasakan jatuh cinta, padahal saat ini, usia pernikahannya sudah hampir 10 tahun.

"Aku tidak mau membahas masalah ini lagi!" Jiyong bangkit dari tempat duduknya, dan melangkah pergi meninggalkan Dara.

Dara hanya bisa mengembuskan napasnya, pasrah. Ini memang sering kali terjadi, Jiyong marah karena ulah Yun Hwan dan es krim. Dara dilema, karena harus hidup dengan dua laki-laki yang berbeda, yang satu penggila es krim, dan yang satunya sangat membenci es krim.

Lagi-lagi Dara mengembuskan napas dengan kasar, "Ji, aku tahu kau seperti ini karena kau sangat menyayangi Yun Hwan." Ucap Dara, yang membuat langkah Jiyong terhenti.

Jiyong menoleh, menatap sesaat ke arah Dara yang masih duduk di sofa di ruang keluarga. Lalu dia kembali melangkah menuju kamarnya yang juga menjadi kamar Dara, yang letaknya di lantai dua.

***

Kicauan burung gereja menghiasi suasana pagi yang cerah di kota Seoul. Langit biru cerah tanpa gumpalan awan sedikitpun, Matahari yang bersinar menambah suasana hangat untuk mengawali aktivitas di hari ini.

Sebuah rumah mewah bergaya minimalis, yang di tempati keluarga dari Kwon Jiyong, tak luput dari suasana hangat. Keluarga kecil itu, kini sedang menikmati sarapan dengan selembar roti yang dibalut selai cokelat, tak lupa segelas susu yang menjadi pelengkap.

Hanya hening, yang menghiasi suasana di meja makan. Tak ada satupun yang mau memulai pembicaraan, termasuk Yun Hwan, yang biasanya selalu membuat suasana ceria di sela-sela makan. Sedari tadi, Yun Hwan hanya menunduk sambil menikmati rotinya. Dia takut, jika dia memulai pembicaraan, Appa-nya akan kembali memarahinya.

"Yun Hwan, apa tugas sekolahmu sudah selesai semua?" Tanya Jiyong memecah keheningan. Yang hanya dijawab anggukan oleh Yun Hwan, tanpa menatap Jiyong.

Jiyong menatap Yun Hwan dengan serius, melihat putranya yang tidak seperti biasanya, yang hanya terdiam. "Yun Hwan, lihat Appa!" Jiyong menarik dagu Yun Hwan dan mendekatkan wajahnya, agar Yun Hwan mau menatapnya. "Appa mau, dalam satu bulan ini, kau tidak boleh mengonsumsi es krim, arra?"

"Wae Appa?" Rengek Yun Hwan, dengan menatap Jiyong yang tersenyum tulus untuknya.

"Karena Appa tidak mau kesehatanmu terganggu, itu saja." Jiyong tetap tersenyum menatap Yun Hwan, sembari memberi pengertian.

Yun Hwan menepis tangan Jiyong dengan kasar. "Appa nappeun! Aku tidak mau pergi ke sekolah, jika Appa tetap melarangku untuk makan es krim!" Yun Hwan berlari meninggalkan meja makan sembari menangis histeris.

Jiyong hanya menatap datar, melihat Yun Hwan berlari menuju kamarnya. "Itu semua demi kebaikanmu.." Lirih Jiyong.

"Kau puas melihat Yun Hwan seperti itu, hemm?!" Tanya Dara, dengan menatap tajam ke arah Jiyong, suaminya.

"Aku melakukan ini, demi kebaikannya babe.." Jiyong berdiri dari kursinya, lalu mengenakan jas hitamnya untuk pergi bekerja, "Aku berangkat dulu babe..pastikan Yun Hwan berangkat sekolah hari ini." Pamit Jiyong, sembari mengecup puncak kepala istrinya dengan mesra.

Dara menatap sebal kepergian suaminya. "Selalu saja begitu! Huftt..."

Dara berjalan menaiki anak tangga, menuju kamar Yun Hwan. Dia ingin memastikan keadaan Yun Hwan saat ini, tetapi Dara tidak yakin jika Yun Hwan mau berangkat ke sekolah.

"Yun Hwan, apa kau baik-baik saja?" Tanya Dara, saat dia baru memasuki kamar Yun Hwan yang didominasi warna biru muda.

Dara mendekati Yun Hwan yang terbaring di tempat tidurnya yang bergambar super hero favoritnya. "Uljima...Appa melakukannya karena dia menyayangimu.." Dara mengelus lembut rambut hitam Yun Hwan, yang masih menangis hingga bahunya tersengal, mengiringi setiap isakannya.

Yun Hwan menggeleng cepat, "Appa nappeun!"

Dara terkejut mendengar ucapan Yun Hwan, matanya membulat sempurna. Tapi buru-buru Dara memeluk Yun Hwan, memberi ketenangan dan kehangatan. "Appa tidak jahat, Sayang..dia baik, sangat baik." Dara mengelus lembut rambut Yun Hwan. "Kalau Appa jahat, pasti dia sudah mengusir kita dari rumah ini..." Tambah Dara.

Yun Hwan mulai berhenti menangis, kemudian dia membalikkan tubuhnya, menatap Eomma-nya. "Appa nappeun! Aku sangat marah pada Appa!" Sungut Yun Hwan, sembari memeluk tubuh Dara dengan erat.

Dara membalas pelukan Yun Hwan, "Baiklah, nanti Eomma akan meminta Appa untuk meminta maaf padamu.." Ucap Dara dengan lembut.

Yun Hwan terdiam, tidak lagi terdengar isakannya. "Yun Hwan, neo gwaenchana?" Tanya Dara, yang begitu khawatir melihat Yun Hwan meremas perutnya dengan kuat.

"Eomma..perutku sakit.."

***

Jiyong berjalan dengan gelisah menuju ruangannya. Perasaannya tidak enak, sampai membuat penampilannya berantakan. Jas yang disampirkan di bahu, dan lengan kemeja yang di lipat hingga batas siku. Saat ini pikirannya selalu dipenuhi tentang Yun Hwan.

"Kau kenapa, Ji? Yun Hwan lagi?" Tanya Seung Hyun, rekan kerja Jiyong yang sudah di anggapnya sebagai Hyung-nya sendiri.

"Lebih tepatnya, Yun Hwan dan es krim lagi..hihihihi." Ucap Seungri, sembari mengikik. Yang langsung mendapatkan tatapan tajam nan maut dari Jiyong.

"Aku khawatir kepada Yun Hwan, aku takut terjadi apa-apa dengannya, karena kemarin dia menghabiskan es krim begitu banyak.." Ucap Jiyong.

"Benar apa kataku, pasti masalah Yun Hwan dan es krim lagi.." Sebelum Jiyong memberikan tatapan tajamnya lagi, Seungri langsung mengambil langkah cepat meninggalkan para Hyung-nya itu.

"Dasar Panda pabo!" Umpat Jiyong.

"Tenanglah, pasti Yun Hwan baik-baik saja. Tadi Bom bilang, kalau Dara tidak pergi ke butik karena harus menjaga Yun Hwan." Ucap Seung Hyun, sambil menepuk bahu Jiyong.


"Appa.." Seorang anak perempuan yang masih mengenakan seragam sekolah, berlari mendekati Seung Hyun.

"Hanna, kau sudah pulang..bagaimana sekolahmu hari ini?" Tanya Seung Hyun, sembari menggendong tubuh mungil anak perempuannya.

Seung Hyun memiliki dua orang anak, dari pernikahannya bersama Park Bom- saat ini sudah menjadi Nyonya Choi. Anak pertama Seung Hyun berusia 11 tahun, yang bernama Choi Min Hyun. Sedang anak keduanya bernama Choi Min Hanna, yang seusia dengan Yun Hwan, bahkan satu kelas.

"Tidak seperti biasanya Appa..karena Yun Hwan hari ini tidak masuk.." Jawab Hanna, sembari memajukan bibirnya.

"Mwo?! Yun Hwan tidak masuk sekolah?!" Tanya Jiyong dengan nada tinggi, yang membuat tubuh Hanna gemetar di gendongan Appa-nya.

Hanna hanya mengangguk ketakutan.

"Ne Ji, tadi Dara bilang kalau Yun Hwan sedang demam dan diare..jadi dia izin tidak masuk sekolah hari ini.." Ucap Bom, yang baru datang dan mendekat ke arah Hanna dan suaminya.

"Hyung, aku harus segera pulang! Aku sangat khawatir dengan keadaan Yun Hwan." Pamit Jiyong, dan dia langsung melesat pergi menuju tempat parkir.


Tak sampai 30 menit, Jiyong sudah sampai di rumahnya. Padahal jarak kantor dan rumah Jiyong, cukuplah jauh. Jiyong tak peduli dengan keselamatan dirinya, saat dia mengendarai mobilnya seperti orang kesetanan. Yang terpenting baginya adalah, cepat sampai di rumah dan bertemu dengan Yun Hwan.

"Babe, bagaimana kondisi Yun Hwan?" Tanya Jiyong, dari nada suaranya tersirat penuh kekhawatiran.

Dara yang baru keluar dari kamar Yun Hwan, hanya bisa menggelengkan kepalanya, saat melihat penampilan suaminya yang berantakan, "Kau pulang cepat hanya untuk menanyakan hal ini, hemm?"

"Babe...aku khawatir dengan keadaan Yun Hwan. Kau juga, kenapa tidak menghubungiku jika Yun Hwan sakit?" Sungut Jiyong, sembari menjitak kening Dara.

"Appo.." Dara mengaduh kesakitan, sambil mengusap-usap keningnya.

"Mian babe, sakit ya?" Jiyong memeluk tubuh mungil Dara, sembari ikut mengusap kening Dara, bekas jitakannya.

Dara memajukan bibirnya, "Kau bau sekali, Ji..cepat mandi! Aku tidak akan mengizinkanmu bertemu dengan Yun Hwan dengan keadaan seperti ini." Dara mendorong suaminya menuju kamar mereka.

"Babe, aku ingin melihat keadaan Yun Hwan dulu.." Rengek Jiyong.

"Bersihkan dirimu dulu, Ji. Kau membawa banyak kuman.."

"Arasso.." Jiyong pun akhirnya menuruti apa kata Dara, dengan terpaksa.


Setelah selesai mandi, Jiyong mengerjakan beberapa pekerjaan kantor. Tak seperti biasanya, Jiyong mengerjakannya di kamar, bukannya di ruang kerja pribadinya.

"Apa Yun Hwan sudah tidur?" Tanya Jiyong, saat Dara baru masuk ke kamar.

"Ne, baru saja dia tidur." Dara mendekati Jiyong, dan duduk di sampingnya. "Ji..apa aku boleh meminta sesuatu padamu?"

Jiyong yang sedari tadi sibuk dengan pekerjaan kantornya, kini beralih menatap istrinya yang sudah mengenakan piyama tidur. "Apapun babe..."

Dara tersenyum lebar mendengar jawaban dari Jiyong. "Aku ingin kau meminta maaf pada Yun Hwan.."

"Mwo?" Jiyong mengerutkan keningnya, tak mengerti maksud dari ucapan Dara.

"Ne, aku ingin kau meminta maaf pada Yun Hwan. Karena saat ini dia masih marah padamu." Jelas Dara.

Jiyong terdiam.

Apa sebegitu pentingnya sebuah es krim bagi Yun Hwan. Sampai kekhawatiran Jiyong akan kesehatannya diabaikan.

"Ji.." Dara melambai-lambaikan tangannya di depan wajah Jiyong, yang membuat Jiyong tersadar dari lamunannya. "Kau keberatan?"

Jiyong menggeleng, "Aniya, tapi..apa aku harus meminta maaf kepadanya sekarang?"

Dara mengangguk, "Temani dia tidur, Ji."

"Lalu, aku harus membiarkanmu tidur sendirian, begitu?" Ucap Jiyong, sembari menyentuh dengan lembut kedua pipi Dara, dengan tangannya.

"Itu tidak masalah, Ji." Tegas Dara, meyakinkan Jiyong.

Perlahan, Jiyong mendekatkan wajahnya dengan wajah Dara, mengikis jarak di antara mereka. Jiyong semakin mendekat, menyentuh hidung Dara dengan hidungnya. "Saranghae, babe.." Bisik Jiyong, tepat di depan wajah Dara.

"Nado saranghae, Ji." Dara memejamkan kedua matanya, merasakan hembusan napas Jiyong yang menyapu setiap bagian wajahnya.

"Tidurlah yang nyeyak babe.." Ucap Jiyong, sembari mengecup kening istrinya. Lalu dia merebahkan tubuh Dara, dan kemudian menyelimutinya hingga bagian dada.

Setelah mematikan lampu kamar, Jiyong langsung melangkah menuju kamar Yun Hwan yang terletak di samping kamarnya. Jiyong membuka pintu kamar Yun Hwan dengan perlahan, agar sang empunya kamar tidak terbangun dari tidurnya.

Jiyong menatap dengan lekat wajah Yun Hwan yang tengah tertidur. Dia membaringkan tubuhnya di samping Yun Hwan. Jiyong memeluk tubuh Yun Hwan sembari mengelus lembut kepalanya.

"Appa.." Terdengar suara parau Yun Hwan, yang perlahan matanya mulai terbuka.

"Yun Hwan, kau terbangun?" Tanya Jiyong, yang dijawab anggukan lemah oleh Yun Hwan. "Mian, Appa membangunkanmu.."

Yun Hwan mengucek kedua matanya dengan lemah. "Appa, aku masih marah pada Appa." Ucap Yun Hwan dengan polos.

Jiyong tersenyum mendengar ucapan anaknya itu. "Appa tahu, maka dari itu, Appa ke sini untuk meminta maaf padamu. Apa kau mau memaafkan Appa?"

Yun Hwan berpikir sejenak, lalu menggeleng dengan cepat.

"Wae?" Rengek Jiyong saat mendapati renspon dari Yun Hwan.

"Karena Appa melarangku mengonsumsi es krim lagi." Yun Hwan memajukan bibirnya, sehingga terlihat sangat lucu dan menggemaskan.

Jiyong harus setengah mati menahan tawanya saat melihat wajah lucu Yun Hwan. "Itu demi kebaikanmu, kau sakit karena terlalu banyak mengonsumsi es krim 'kan?"

"Aniya Appa, aku sakit karena kemarin aku terlalu banyak memakan Topokki super pedas buatan Halmoni, uppss..." Yun Hwan buru-buru menutup mulutnya menggunakan kedua tangannya. Bahkan Yun Hwan membalik tubuhnya membelakangi Jiyong.

"Yun Hwan, lihat Appa!" Seru Jiyong sembari membalik tubuh Yun Hwan dengan perlahan. "Appa senang jika kau mau bicara dengan jujur.."

Yun Hwan hanya bergeming ketakutan menatap Appa-nya. Perlahan, butir-butir bening meluncur dari pelupuk mata Yun Hwan dengan deras.

"Uljima..Appa tidak akan memarahimu." Jiyong merengkuh tubuh Yun Hwan ke dalam pelukannya. Membisikkan kata-kata untuk menenangkan Yun Hwan dan menepuk-nepuk punggungnya dengan lembut.

Dengan mata yang masih basah, Yun Hwan mendongakkan kepalanya, menatap Jiyong. "Mianhae Appa, aku selalu membuatmu marah."

"Husshh...kau selalu membuat Appa bangga.." Ucap Jiyong sembari mengecup pucuk kepala Yun Hwan. "Sekarang, tidurlah.."

Bukannya mematuhi perintah Jiyong untuk tidur, Yun Hwan justru kembali menatapnya. "Appa, apa aku boleh meminta sesuatu padamu?"

"Tentu saja."

"Aku ingin makan es krim di temani Appa.." Ucap Yun Hwan dengan tatapan memohon.

Jiyong terdiam sejenak, berusaha menimbang permintaan Yun Hwan yang membuat rahangnya menegang. "Baiklah, tapi dengan syarat.." Jiyong terdiam sejenak, dan melihat Yun Hwan yang sedang menatapnya dengan tatapan apa-syaratnya-Appa?. "Jangan pernah memaksa Appa untuk memakan es krim-nya, bagaimana?" Lanjut Jiyong kemudian.

Yun Hwan langsung mengangguk dengan antusias, saat mendengar jawaban dari Jiyong.

"Sekarang, cepatlah tidur." Seru Jiyong, sembari menarik selimut untuk menutupi dirinya dan Yun Hwan.

***

Berkali-kali Jiyong mengentak-entakkan kakinya, karena merasa sangat bosan. Sesekali Jiyong bersenandung dengan suara lirih yang hampir tidak terdengar. Tubuhnya dia sandarkan pada mobil Bentley Continental GT miliknya.

Sudah hampir 30 menit Jiyong menunggu Yun Hwan di depan sekolahnya. Seharusnya Yun Hwan sudah keluar dari kelasnya. Tapi entah karena alasan apa, sampai sekarang Yun Hwan belum juga menampakkan batang hidungnya.

Setelah menunggu sampai hampir habis kesabarannya, akhirnya Yun Hwan menampakkan diri sembari berlari kecil menghampiri Jiyong.

"Appa.." Seru Yun Hwan saat sudah berdiri di hadapan Jiyong, dengan napas yang memburu.

"Hei, kenapa kau lari? Appa tidak akan kabur.." Ucap Jiyong sambil mengacak pelan rambut Yun Hwan.

"Appa, tadi Lee Songsaengnim menunjukkan kupu-kupu yang sangat...cantik. Secantik Eomma." Yun Hwan merentangkan kedua tangannya ke udara dengan mata yang berbinar-binar.

"Benarkah? Apa lain kali kau bisa membawakan kupu-kupu itu untuk Appa?"

Yun Hwan terdiam sejenak, sembari menundukkan kepala dan meletakkan jari telunjukknya di atas dagunya. "Sepertinya..itu sangat sulit Appa. Tapi aku akan mencobanya."

Jiyong hanya bisa mengikik pelan mendengar jawaban Yun Hwan.

"Baiklah, ayo cepat masuk! Eomma pasti sudah menunggu." Jiyong membimbing Yun Hwan untuk segera masuk ke dalam mobil, dan lansung pergi menuju butik tempat Dara bekerja.


Hanya butuh waktu 20 menit untuk Jiyong dan Yun Hwan sampai di butik yang di kelola oleh Dara dan teman-temannya. Sesampainya di sana, Jiyong dan Yun Hwan tak perlu turun dari mobil, karena Dara sudah menunggu di luar butik.

"Kalian lama sekali.." Ucap Dara sembari menegerucutkan bibirnya, yang membuat Jiyong dan Yun Hwan tertawa keras.

"Mianhae Eomma, tadi aku masih asik melihat kupu-kupu secantik Eomma, yang di bawa Lee Songsaengnim." Ucap Yun Hwan di sela-sela tawanya.

"Benarkah?" Dara mengeryitkan keningnya, sembari menoleh menatap Yun Hwan yang duduk di jok belakang.

"Ne, bahkan Appa memintaku untuk membawakan kupu-kupu itu.." Jelas Yun Hwan.

"Pasti Appa-mu akan membunuh kupu-kupunya.." Dara menatap Jiyong yang tengah mengemudikan mobil dengan tatapan mengejek.

Jiyong hanya membalas ucapan Dara dengan tatapan tajam yang memabukkan.


"Kita sudah sampai.." Seru Jiyong, ketika mobil yang dikemudikannya berhenti tepat di depan sebuah kafe sederhana namun ramai oleh pengunjung.

"Sepertinya aku belum pernah ke sini Appa.." Ucap Yun Hwan, yang sedang menempelkan wajahnya di kaca mobil. Melihat kafe yang belum pernah dia lihat sebelumnya.

"Memang belum pernah, kajja!" Jiyong turun dari mobil yang diikuti Dara dan Yun Hwan.

Jiyong berjalan menuju pintu masuk kafe, sembari menggandeng tangan Yun Hwan dan merangkul bahu Dara.

"Ayo kita duduk di sana.." Seru Jiyong dengan jari telunjuk mengarah pada tempat duduk di salah satu pojok kafe.

"Jeogiyo.." Panggil Jiyong kepada salah satu pelayan kafe yang terlihat masih muda.

"Selamat datang di Ji Ri Ice Cream Land. Anda mau pesan apa, Tuan?" Ucap pelayan itu dengan ramah, tak lupa senyum yang terukir di bibir tipisnya.

"Saya mau pesan dua es krim yang menjadi menu andalan di sini." Balas Jiyong tak kalah ramahnya.

"Baik Tuan.." Pelayan itu pergi sambil membawa buku catatan kecil yang sudah tertulis pesanan yang di inginkan Jiyong.

Sembari menunggu pesanannya datang, Jiyong melihat kesekeliling kafe yang dipadati pengujung. Mulai dari anak-anak, remaja, bahkan sampai orang dewasa.

"Appa..apa aku boleh datang ke kedai ini lagi, nanti?" Tanya Yun Hwan, yang mengalihkan kegiatan Jiyong sedari tadi.

"Ne." Jawab Jiyong singkat. Pandangan Jiyong beralih melihat Dara yang tengah menatapnya dengan aneh. "Mwo? Kenapa kau memandangku seperti itu?"

Dara menggeleng cepat, "Aniya, aku hanya heran melihat perubahan wajahmu.." Dara berhenti sejenak, melihat Jiyong yang tengah menyipitkan matanya, menuntut penjelasan dari Dara. "Tadi kau terlihat bahagia, tapi sekarang, kau terlihat aneh. Apa kau sedang mengingat masa kecilmu dulu, hemm?"

Jiyong semakin menyipitkan matanya, menatap tajam tepat ke dalam mata Dara. "Nyonya Kwon, hati-hati dengan omonganmu. Atau kau, akan mendapatkan balasannya nanti malam.." Ancam Jiyong dengan seringaian yang tersungging di bibirnya.

"Memangnya, Appa dan Eomma nanti malam akan melakukan apa?" Tanya Yun Hwan dengan wajah polos, sembari menatap Jiyong dan Dara secara bergantian.

Mata Dara membulat sempurna mendengar pertanyaan dari bibir Yun Hwan. Bahkan Dara sampai gelagapan untuk menjawab pertanyaannya. "A..itu.."

"Appa dan Eomma akan membuatkan adik untukmu.." Jawab Jiyong dengan enteng, seperti tanpa dosa.

Dara hanya melemparkan tatapan tajam pada Jiyong, yang tidak di gubris olehnya.

"Adik? Sepertinya bukanlah ide yang buruk." Yun Hwan menatap kedua orang tuanya yang berbeda ekspresi itu, lalu berkata, "Aku akan mengajak Dongsaeng-ku makan es krim di kafe ini jika dia sudah lahir nanti."

Baru saja Dara akan membuka mulut untuk menanggapi ucapan Yun Hwan, tetapi di urungkannya, saat melihat pelayan yang mencatat pesanannya tadi datang kembali, sembari membawa 2 buah es krim di atas nampan.

"Ini Tuan, es krim yang menjadi menu andalan kami di sini. Ini adalah Patbingsu, dan yang satunya ini adalah es krim Halva. Selamat menikmati.." Jelas pelayan yang di dalam name tag-nya bertuliskan 'Lee Wu Fan', dengan senyum ramahnya.

"Ne, kamsa hamnida." Jiyong hanya tersenyum hambar kepada pelayan tadi.

"Appa..es krimnya enak sekali, nyamm.." Seru Yun Hwan di sela-sela kesenangannya menikmati es krim Halva super jumbo.

Jiyong membuang napasnya dengan kasar. Jenuh, malas, mual, semua menjadi satu ketika Jiyong menatap kedua harta paling berharga dalam hidupnya, yang tengah menikmati es krim dan tidak mengacuhkannya.

"Ji, es krimnya enak sekali. Kau mau mencobanya?" Dara menyodorkan sesendok es krim Patbingsu ke arah mulut Jiyong.

Jiyong mendorong pelan tangan kanan Dara, "Jangan membuatku semakin ingin menerkammu babe.."

"Ayolah Ji, sesuap saja.." Bukannya menyerah, Dara justru semakin mendesak Jiyong untuk merasakan es krim yang dinikmatinya.

"Ne Appa, es krim-nya sangat..enak. Appa mau mencoba punyaku juga, eoh?" Yun Hwan juga ikut menyodorkan es krim Halva miliknya.

Jiyong menatap es krim yang di sodorkan Yun Hwan dan Dara secara bergatian, dengan ekspresi wajah yang terlihat mengerikan.

Jiyong mengambil napas berat, kedua matanya mengarah secara bergantian menatap kedua es krim berbeda rasa itu.

Dengan susah payah Jiyong menelan ludah yang sedari tadi menyangkut di kerongkongannya. Sedetik kemudian, Jiyong memejamkan kedua matanya, lalu mengarahkan mulutnya mendekat ke arah es krim yang disodorkan Dara.

1..


2..


3..


"Manis." Hanya itu pendapat Jiyong. Ketika ujung lidahnya merasakan lelehan es krim Patbingsu.

Tubuh Dara dan Yun Hwan, seketika beringsut lemas. "Hanya itu? Apa tidak ada kata-kata lain?" Tanya Dara dengan frustasi menatap wajah datar Jiyong.

Jiyong mengangguk, "Hanya itu."

"Apakah Appa tidak berubah pikiran?" Yun Hwan masih tidak terima dengan pendapat Jiyong. "Maksudku, apakah Appa mulai menyukai es krim?"

Jiyong melipat kedua tangannya, lalu menatap Yun Hwan dengan menaik turunkan alis matanya. "Tidak. Appa tetap tidak menyukai es krim."

Secara bersamaan, Yun Hwan dan Dara menghela napas dengan kasar. "Pabo!"

Jiyong menarik kedua sudut bibirnya, membentuk sebuah senyuman yang membuat siapa saja terpesona dengan wajah tampannya.

"Aku memang tetap tidak menyukai es krim." Jiyong berhenti sejenak, menatap Yun Hwan dan Dara yang sedang menunggu kelanjutan perkataannya. "Tetapi aku tahu, jika es krim itu memiliki rasa yang sangat manis. Semanis kehidupan keluarga kita.."

Yun Hwan dan Dara tersentak mendengar ucapan Jiyong. Bahkan kedua manusia yang memiliki wajah dan senyuman yang hampir sama itu, berbinar-binar menatap Jiyong.

"Apa aku bisa memesan satu buah es krim?"


THE END

Bagaimana ff-nya Chingu, kurang memuaskan ya? Kadar sweet-ya bagaimana? :D mudah-mudahan tidak membuat Chingu semua Diabetes #Lol. Mian kalau ff-nya masih banyak kekurangan. jangan lupa RCL-nya, bisa juga komen di @farikha9358

Minggu, 21 September 2014

Curhatan Nggak Jelas [Jangan Diabaikan]

Kegalauan akibat MotoGp Fan Foction.






Awalnya malas sekali untuk menulis uneg-uneg ini di blog, tapi berhubung semakin lama kok membuatku semakin galau, ya sudah, akhirnya aku menulisnya di sini.


MotoGp Fan Fiction, mungkin tidak banyak yang mengetahui cerita fiksi ini, yang menjadi tokoh dalam ceritanya ya, tentu saja para Rider MotoGp.

The Ice Prince And The Nerd Girl [Chapter 1]




The Ice Prince And The Nerd Girl || Farikha Kwon (@farikha9358) || Romance, school life, and other || Teen || Chaptered || Oh Sehun (EXO).
Kwon Ji Ri (OC).
Support Cast:
Park Chanyeol (EXO).
Kim Jong In (EXO).
Jung Soojung (F(x)).
Kwon Jiyong (Big Bang).

Disclaimer: Plot is main, story from my imagination, semua tokoh ada yang punya, yang punya pasti bukan saya *bukk.
A/N: Hello Readernim semua.., aku kembali dengan FF baru *ketawajail. Tanpa perlu ngomong lagi, happy reading and don't forget to RCL ^^


PS: Nerd adalah: sebutan untuk orang2 yang yang unik, yang tergila-gila dengan aktivitas pendidikan, dan memiliki pengetahuan yang luas. Ciri2 fisik, berkacamata dan baju yang selalu dimasukkan.


Sorry for typo and happy reading ^^
Fan Fiction ini juga dipublish di Kpop- Fanfiction


  Berkali-kali yeoja berseragam SMA SOPA itu melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kanannya. Bibir tipisnya tak henti-hentinya menggumamkan serentetan doa, berharap keterlambatannya hari ini bisa dimaklumi oleh Ahjussi penjaga sekolah.


  Di dada sebelah kanan yeoja itu, terdapat papan nama kecil yang bertuliskan 'Kwon Ji Ri'. Tanpa memedulikan pejalan kaki yang ia lewati, Ji Ri terus memacu kedua kakinya untuk tetap berlari.


  Seragam sekolah yang ia kenakan nampak sedikit berantakan. Tapi, siapa yang peduli dengan penampilannya. Yang terpenting sekarang adalah, berhasil masuk ke sekolah tanpa masalah.


  "Ahjussi.." Panggil Ji Ri dengan napas yang masih memburu, hingga bahunya naik turun, mengiringi setiap deru napasnya.


  Seorang laki-laki paruh baya yang dipanggil Ji Ri, hanya menyipitkan kedua matanya yang memang sudah sipit, hingga menyisakan garis pada matanya. "Kau boleh masuk. Tapi, kau harus menghadap Choi Songsaenim terlebih dahulu." Seru laki-laki yang mengenakan seragam khusus petugas keamanan tersebut.


  "Ne, Ahjussi.." Setelah mendengar ucapan Ahjussi itu, Ji Ri langsung melangkahkan kaki menuju dua orang laki-laki berbeda usia yang dimaksud oleh Ahjussi tadi. "Choi, Songsaenim.." Ucap Ji Ri sedikit ngeri, karena wajah Choi Songsaenim terlihat sangat garang.


  Laki-laki yang dipanggil Ji Ri beralih menatapnya. Sebelumnya, Choi Songsaenim terlihat sedang memarahi seorang namja yang berseragam sama seperti Ji Ri.


  "Kau.." Choi Songsaenim menyipitkan kedua matanya, menatap papan nama milik Ji Ri. " Kwon Ji Ri?"


  "N-ne, Songsaenim." Jawab Ji Ri dengan suara yang terdengar sangat ketakutan.


  "Ku harap, kau terlambat bukan karena jam weker-mu yang lupa untuk berbunyi, seperti Tuan Oh ini." Ucap Choi Songsaenim, sembari mengarahkan jari telunjuknya ke arah namja yang sedang menunduk di samping Ji Ri.


  Ji Ri menelan ludahnya dengan susah payah. Otaknya berpikir keras, berusaha mendapatkan alasan yang masuk akal untuk diucapkan kepada Choi Songsaenim. "Eumm..., saya terlambat karena saya ketinggalan bus jemputan, Songsaenim."


  Choi Songsaenim menaikkan sebelah alis matanya. Menuntut Ji Ri untuk memberikan alasan yang lebih jelas lagi.


  Ji Ri mengembuskan napasnya dengan kasar. Berusaha mengusir rasa takut yang sedari tadi menghinggapinya. "Saya murid baru, Songsaenim. Jadi, saya tidak tahu jadwal kedatangan bus jemputan."


  Choi Songsaenim menyeringai tipis, mendengar jawaban Ji Ri. "Tuan Oh, kau beruntung. Karena hari ini kau tidak dihukum sendirian. Ada Nona Kwon yang menemanimu." Choi Songsaenim terdiam sejenak, dan tersenyum tipis melihat kedua muridnya yang tersentak mendengar ucapannya. "Kalian harus memutari lapangan basket sebanyak 10 kali. Dan jangan protes, eoh?"


  Tanpa menunggu reaksi dari kedua muridnya, Choi Songsaenim melangkah meninggalkan lapangan basket menuju kelas XI- A tempatnya mengajar.


  Ji Ri hanya bisa pasrah dan harus menerima hukuman dari Choi Songsaenim. Ini salahnya, kenapa ia harus kabur dari pengawal Oppa-nya yang ditugaskan untuk menjaganya.


  Setelah Ji Ri meletakkan tas punggungnya di pinggir lapangan, ia langsung berlari mengekori namja yang dihukum bersamanya.


  "Hai.." Sapa Ji Ri sembari tetap berlari di belakang namja yang memiliki kulit seputih susu itu.



  Hening. Tak ada jawaban.



  Ji Ri mengembuskan napasnya dengan kesal, seraya menatap namja bermarga Oh itu dengan risih. Karena namja itu berlari dengan tetap mengenakan tas punggung hitamnya.



  "Ah, Choi Songsaenim memang kejam sekali.." Ji Ri membungkukkan badannya, dengan napas yang masih memburu. Puluhan tetes peluh mengalir lembut dari pelipisnya, membuat kacamata yang ia kenakan sedikit berembun.


  "Ini." Namja yang dihukum bersama Ji Ri, menyodorkan botol air mineral dingin tepat di depan wajah Ji Ri.


  Ji Ri menegakkan tubuhnya dan langsung menyambar botol minuman itu. Sedetik kemudian, ia langsung meneguknya hingga hanya tersisa botolnya saja. "Hehehehe..., maaf, aku sangat haus sekali." Ucap Ji Ri.


  "Hm." Jawab namja itu dengan wajah datarnya.


  "Kwon Ji Ri imnida, murid baru pindahan dari Amerika. Namamu Oh siapa?" Tanya Ji Ri dengan menyebut marga namja itu.


  "Oh Sehun." Jawabnya sembari melangkahkan kaki menuju kelas. Entah karena apa, perut Sehun terasa geli sekali saat mendengar setiap ucapan yang dilontarkan Ji Ri.


  Ji Ri hanya menganggukkan kepalanya mendengar ucapan Sehun, sembari mensejajarkan langkahnya dengan langkah Sehun.


  "Kelasmu di mana? Aku di XI- B." Ji Ri berusaha mengakrabkan diri dengan Sehun. Meski ia tidak terlalu yakin jika ia bisa akrab dengan mudah dengan namja sedingin es ini.


  "Di sini." Sehun berhenti tepat di depan kelas XI- B dan kemudian membuka pintunya dengan perlahan. "Selamat pagi Park Songsaenim. Mianhae, saya terlambat, lagi."


  Ji Ri hanya bisa terdiam mematung dengan mulut menganga dan kacamatanya sedikit melorot, saat ia mengetahui bahwa Sehun adalah teman satu kelasnya.


  "Nona Kwon, sampai kapan kau akan berdiri di tengah pintu seperti itu, hemm?" Seru Park Songsaenim yamg menyadarkan Ji Ri dari terkejutannya.


  "Ne, Songsaenim." Ji Ri langsung melangkahkan kaki menuju tempat duduknya, sesaat sebelumnya ia membungkukkan badan memberi hormat kepada guru yang sekaligus menjadi wali kelas-nya.


  "Kau terlambat lagi, Ji Ri?" Tanya teman sebangku Ji Ri yang bernama Kim Jong In, saat melihat Ji Ri sudah duduk di sampingnya.


  Ji Ri mengangguk sembari mengeluarkan buku catatan pelajaran Biologi, pelajaran yang paling ia sukai.


  Sembari menulis, Ji Ri mendekatkan wajahnya tepat di samping telinga Jong In, lalu bertanya, "Jong In, apa kau mengenal Sehun?"


  Jong In berhenti sejenak dari aktifitas menulisnya, kemudian ia mengangguk. Raut wajah Jong In berubah seketika saat mendengar pertanyaan dari Ji Ri. Ada sesuatu yang mengusik dirinya, membuat perasaan sakit seketika menyeruak menyerang ulu hatinya.


  "Kau kenapa, Jong In?" Ji Ri menyentuh kening Jong In dengan punggung tangannya. "Kau sakit?" Ji Ri bingung dengan perubahan wajah dan sikap Jong In.


  Jong In yang baru ia kenal kemarin berbeda dengan Jong In pada hari ini. Jong In yang kemarin sangat baik, humoris, bersahabat dan ramah. Bukan Jong In yang tiba-tiba berubah menjadi pendiam seperti saat ini.


  "Kau jangan sekali-kali mendekati Sehun, eoh?" Ucap Jong In dengan serius, sembari menatap Ji Ri dengan begitu tajam.


  Ji Ri bingung sekaligus heran mendengar ucapan Jong In. Ia berusaha mencari kebohongan di dalam mata Jong In. Tetapi hasilnya nihil. Ji Ri justru mendapatkan keseriusan yang amat sangat dalam mata itu.



  "Wae?"



***



  Sehun melangkahkan kaki memasuki halaman rumah mewah yang terbentang luas. Setiap mata memandang, terlihat berbagai jenis bunga tumbuh dengan subur. Menambah kesan mewah nan indah pada rumah ini. Namun sayang, hal itu tak berpengaruh apa-apa untuk Sehun.


  "Selamat sore, Tuan Muda Sehun." Sapa beberapa pekerja yang bertugas menjaga rumah dari keluarga Oh. Selain menyapa, mereka juga membungkukkan badan saat Sehun melintas di hadapan mereka.


  "Hm." Seperti biasanya, hanya kata yang sangat singkat itu yang menjadi ucapan Sehun. Yang sangat sering ia ucapkan dalam keadaan apapun, termasuk saat bertengkar dengan Appa-nya.


  "Kau sudah pulang, Sehun?" Seorang wanita paruh baya yang terlihat masih cantik, menyambut kedatangan Sehun dari sekolah.


  Tak ada jawaban. Hanya terdengar suara derap langkah kaki Sehun yang melangkah menuju kamarnya di lantai dua.


  Wanita yang resmi menjadi Eomma Sehun dua tahun yang lalu, hanya bisa menghela napasnya dengan pasrah. Sudah berbagai cara ia lakukan untuk meluluhkan hati anak tirinya itu. Tetapi hanya sia-sia, Sehun tetap saja bersikap dingin terhadapnya.


  Sesampainya di kamar, Sehun langsung menghempaskan tubuhnya di tempat tidur super besar miliknya. Matanya menatap kosong ke arah langit-langit kamarnya, yang sengaja dilukis abstrak namun terlihat sangat indah.


  Pikirannya melayang-layang mengingat setiap kejadian yang ia habiskan bersama Eomma kandungnya. Rasa rindunya tak terbendung lagi. Tapi apa yang harus ia lakukan, kecuali berdoa untuk Eomma-nya yang sudah meninggal lima tahun yang lalu.


  "Sehun, ini oleh-oleh untukmu." Seru seorang namja yang secara tiba-tiba sudah berdiri di samping tempat tidur Sehun.


  "Aku tidak mau!" Sehun mendorong tangan namja itu dengan kasar, hingga membuat isi di dalam tas belanja yang disodorkan namja tadi jatuh berantakan di lantai.


  "Sehun, kau.." Namja itu menarik tangan Sehun dengan kasar, sampai membuat Sehun berdiri tegak dan sejajar dengan namja itu.


  "Aku tahu, kita bukan saudara kandung. Tapi, apa kau tidak bisa bersikap baik terhadapku dan Eomma-ku, hmm?" Tanya namja itu dengan tenang, berusaha menahan emosi yang kian lama kian memuncak.


  "Kalian bukan siapa-siapa untukku." Desis Sehun, sembari melepaskan tangannya dari genggaman tangan namja itu dengan kasar.


  "Kau memang sangat keras kepala, Sehun." Namja itu menatap Sehun dengan tatapan tidak suka.


  "Dan kau, Park Chanyeol, aku muak denganmu!"



  Hening. Tak ada suara yang menyahut lagi. Hanya saling menatap dengan tatapan benci dan tidak suka.



  Merasa sangat tidak nyaman dengan suasana seperti ini, sehun langsung menyambar jaket yang terletak di meja belajarnya dan langsung pergi meninggalkan Chanyeol yang masih berdiri terpaku menatap kepergiannya.


  Sehun mengendarai motor sport-nya dengan kecepatan tinggi, tak peduli dengan kendaraan yang hilir-mudik membelah jalanan kota Seoul. Bahkan Sehun tak memedulikan lampu lalu lintas yang mununjukkan warna merah.


  Hampir saja Sehun menabrak seorang pejalan kaki yang sedang menyeberang jalan, kalau saja ia tidak cekatan menarik rem motornya, pasti sudah dipastian ia bakal masuk ke hotel prodeo.


  Pikiran Sehun kalut. Dalam hati Sehun berteriak, kenapa Appa-nya menikah lagi, kenapa Eomma-nya pergi begitu cepat. Dan yang paling membuatnya ingin menjadi seorang pembunuh adalah, kenapa Appa-nya membawa dua orang asing yang tidak pernah Sehun kenal, tapi ingin sekali merebut semuanya dari Sehun.


  Setelah hampir satu jam mengendarai motornya tanpa arah dan tujuan, Sehun memberhentikan motornya di area parkir sebuah pusat perbelanjaan.


  Entah ada angin apa, Sehun pergi ke tempat ramai seperti sekarang ini. Biasanya ia akan menghabiskan waktunya di tempat yang sepi dan sejuk, seperti di pantai.


  Sehun mengedarkan pandangannya di setiap sudut tempat di lantai tiga gedung ini. Tempatnya lumayan ramai, meski tidak seramai pada waktu akhir pekan.


  Mata Sehun tetap melihat kesana kemari, sembari menikmati bubble tea yang baru saja ia beli. Tiba-tiba saja, matanya mengunci sebuah obyek yang membuatnya sangat penasaran.


  Seorang yeoja tengah berlari dengan tergesa-gesa memasuki toilet khusus yeoja. Ia sangat tidak asing bagi Sehun, tubuh rampingnya, rambut cokelatnya yang dibiarkan tergerai, dan..., tunggu, di mana kacamatanya?



  "Apakah itu Ji Ri?" Sehun mengikutinya hingga di depan toilet.




***


 Ji Ri mengerucutkan bibirnya, ketika ia harus berjalan dengan dua orang pengawal yang berjalan di belakangnya. Ini semua karena Oppa-nya yang terlalu berlebihan memperlakukan dirinya. Setiap ia melangkah harus diikuti pengawal bertubuh tegap seperti mereka.


  Sembari berjalan, Ji Ri memutar otak, berusaha mencari ide untuk melarikan diri dari mereka.



  "Chaerin Eonni, Seungri Oppa, aku ingin bermain di Time Zone, kalian harus ikut bermain, eoh?" Seru Ji Ri sembari memandang dua pengawal berbeda jenis di hadapannya ini.


  Chaerin dan Seungri saling menatap, mereka seolah-olah saling bertanya satu sama lain hanya dengan lewat pandangan mata.


  "Jika kalian tidak mau, tidak apa-apa, aku bisa bermain sendiri, tanpa perlu kalian ikuti." Ji Ri berbalik arah, dan langsung melangkah meninggalkan Seungri dan Chaerin yang masih kebingungan.


  "Arasso, Nona." Seungri dan Chaerin hanya bisa pasrah mengikuti kemauan Ji Ri. Dari pada mereka harus berhadapan dengan bos mereka, yang tak lain Oppa-nya Ji Ri, yang terkenal galak dan kejam, jika menyangkut tentang adiknya.




  "Sepertinya bermain balap motor sangat seru, bagaimana jika kalian memainkannya?" Ji Ri terlihat antusias saat berhenti tepat di dekat sebuah mesin permainan balap motor yang tersedia di Time Zone.


Chaerin dan Seungri kembali saling menatap. Apa mereka benar-benar harus melakukannya? Dengan usia seperti sekarang ini?


  Seungri menelan ludahnya sendiri dengan susah payah, seperti itu hal yang paling sulit untuk dilakukan. "Tapi Nona, kita sudah bukan usianya lagi..."


  "Arasso.., tapi jangan salahkan aku jika nanti malam, Oppa akan memecat kalian." Ji Ri mengucapkannya dengan tenang, tapi mampu membuat Chaerin dan Seungri ketakutan mendengarnya.


  "Arasso, Nona." Dengan terpaksa, Chaerin dan Seuingri menaiki motor-motoran dan mulai memainkannya.



  "Ayo Eonni, kau pasti bisa mengalahkan Oppa.." Ji Ri terus menyemangati Chaerin, sembari berteriak tanpa memedulikan orang-orang di sekitar yang merasa terganggu dengan suara kerasnya.



  'Teruslah bermain, dan lupakan aku..' Ji Ri mengendap-endap, meninggalkan Chaerin dan Seungri yang tengah asik dengan permainannya. Mereka tak sadar, jika ini adalah bagian dari rencana Ji Ri untuk melarikan diri.




  "Ya! Nona Ji Ri, kembali kau!" Chaerin menyadari jika Ji Ri melarikan diri dari pengawasannya.


  Menyadari jika aksinya ketahuan, Ji Ri semakin mempercepat langkah kakinya. Tak peduli dengan rambunya yang berantakan.


  Ji Ri terus berlari di antara kerumunan pengunjung mall, sesekali ia menoleh ke belakang, memastikan jaraknya dengan Chaerin dan Seungri masih sangat jauh.


  Ji Ri terus berlari, meski ia hampir menyerah. Ia harus tetap berlari, jika ia tetap ingin menikmati sore harinya tanpa diawasi oleh para pengawal Oppa-nya.




  "Akhirnya.." Ji Ri bernapas lega, saat ia berhasil melarikan diri dari Chaerin dan Seungri, dan bersembunyi di dalam toilet. Sebenarnya Ji Ri bukan hanya ingin bersembunyi di toilet, ia juga ingin mengubah penampilannya seperti saat ia pergi kesekolah. Rambut yang dikuncir asal-asalan dan sebuah kacamata berbingkai hitam yang menghiasi mata indahnya.


  Selesai mengubah penampilannya dengan kaus yang sedikit kebesaran, rok mini berlipit berwarna hitam dan sepatu keds, Ji Ri langsung keluar dari toilet. Bibirnya membentuk sebuah senyuman kebahagiaan, bagaimana tidak, untuk kesekian kalinya ia berhasil mengelabuhi pengawal-pengawal itu.



  "Ji Ri?" Seketika senyuman Ji Ri memudar, berganti dengan raut wajah kebingungan dan keterkejutan.



  "Se..., Hun?" Ji Ri salah tingkah, saat mengetahui jika Sehun yang menyapanya, "Untuk apa kau di sini? Toilet namja di sebelah sana 'kan?"


  Sehun terdiam, ia sendiri tak tahu untuk apa berdiri di depan toilet yeoja seperti sekarang ini. Menunggu Ji Ri? Oh ayolah, itu tidak mungkin. Sehun saja baru bertemu dengannya pagi tadi.


  "Aku sedang menunggu yeojachingu-ku." Sehun sendiri merasa aneh dengan ucapan yang baru saja keluar dari mulutnya.


  "Oh...," Ji Ri hanya mengangukkan kepala mendengar ucapan Sehun. Timbul rasa ingin tahu dalam dirinya, tapi buru-buru ia membuang hal itu.


  "Itu Nona Ji Ri!" Teriak laki-laki bertubuh bongsor yang berpakaian serba hitam, berlari mendekat  ke arah Ji Ri dan Sehun.


  "Sehun, ayo kita lari.." Ji Ri menarik tangan kanan Sehun dan langsung berlari secepat mungkin bersama namja, yang menurut Jong In dan teman-temanya di sekolah sangatlah dingin kepada setiap orang. Tapi tidak untuk Ji Ri.


  "Hei, kau mau membawaku ke mana?" Tanya Sehun, di sela deru napasnya yang memburu karena berlari bersama Ji Ri.


  "Sudah, lebih baik kau diam saja!" Ji Ri terus berlari sembari tetap menggenggam erat tangan Sehun, tanpa mengetahui Sehun yang sedari tadi berlari dengan kebingungan.


  "Siapa kau, beraninya mengaturku? Lagipula, kenapa mereka mengejarmu? Kau mencuri, ya?" Sungut Sehun, walau sangat kebingungan, sama sekali tak terlintas dalam pikirannya untuk melepas genggaman tangan Ji Ri. Aneh memang. Tapi itu berhasil membuat Sehun merasa nyaman.


  "Menunduk Sehun, mereka semakin dekat!" Ji Ri membawa Sehun ke barisan tong sampah di area parkir, untuk bersembunyi.


  Sehun hanya menatap Ji Ri dengan wajah datarnya. Yeoja yang aneh, pikir Sehun.

   "Akhirnya, mereka pergi juga.." Ji Ri merasa lega untuk yang kedua kalinya, saat ia mengintip di balik tong sampah berukuran besar, dan melihat Chaerin, Seungri, dan dua laki-laki bertubuh bongsor yang mengejarnya tadi, berlalu pergi keluar area parkir.



  "Kenapa kau menatapku seperti itu?" Ji Ri sedikit salah tingkah, saat Sehun terus menatapnya tanpa berkedip.


  "Aniya, baru kali ini aku bertemu yeoja pabo sepertimu.." Ejek Sehun sembari berdiri dari tempat persembunyiannya, bersama Ji Ri tentunya.


  "Ya! Aku tidak pabo seperti yang kau pikirkan, Sehun!" Sungut Ji Ri sembari memajukan bibirnya.


  "Baiklah, kau tidak pabo. Tapi kau yeoja yang sangat aneh." Sehun berjalan santai, meninggalkan Ji Ri yang masih cemberut mendengar pendapat Sehun tentang dirinya.


  "Dasar, namja es kutub!" Ejek Ji Ri sembari mengepalkan sebelah tangannya di udara.


  Melihat Sehun tak memedulikan dan meninggalkannya, Ji Ri berbalik arah dan melangkah berlawanan arah dengan Sehun. Padahal rencana awal Ji Ri, menghabiskan sore di hari ketiga ia di Seoul, dengan bersenang-senang tanpa pengawalan. Tapi karena Sehun, semangatnya hari ini, menguap begitu saja seperti diterpa angin sore.





  "Ji Ri.." Sehun membalik tubuh Ji Ri secara tiba-tiba, dan sedetik kemudian, ia menatap Ji Ri tepat di manik mata cokelatnya.



  "W-wae, Sehun?" Ji Ri tersentak melihat Sehun yang menatapnya dengan begitu aneh. Apa Sehun kesurupan?.



  Sehun mendekatkan wajahnya dengan wajah Ji Ri, semakin lama semakin mendekat. Hingga tak menyisakan jarak di antara mereka.


  Ji Ri bisa merasakan embusan napas Sehun yang menyapu kulit wajahnya. Ini untuk pertama kalinya Ji Ri merasakan seperti ini. Jantung berdegup begitu cepat, memacu aliran darah dengan kecepatan di atas rata-rata.



1.


2.



3.


  Lembut, hangat, basah.



  Ji Ri merasa asing dengan ini, tapi ia begitu menikmatinya.



  Sehun mencuri ciuman pertamanya. Ya, mencurinya. Namja bermarga Oh ini mencuri ciuman yang Ji Ri jaga hanya untuk suaminya kelak.



  Lalu, kenapa Ji Ri tidak berinisiatif menghentikan ciuman yang semakin lama berubah menjadi lumatan ini.


  Entahlah, ciuman Sehun seperti menguras habis tenaga Ji Ri. Bahkan untuk bersuara saja, Ji Ri tak sanggup.



  Ya Tuhan, kenapa Sehun melakukan ini?




 To be continue.......


Mian kalau kurang memuaskan, namanya juga manusia, pasti banyak kekurangan. Jangan menjadi pembaca gelap. Gelap itu nggak enak, entar bisa numbur tiang *eh 






 

Sabtu, 20 September 2014

[TUTORIAL] Cara Membuat Read More Di Blogger (Cara 2)

Hello Readers and Visitors ^^ aku kembali membawa tutorial nge-blog nih. Ilmu yang kali ini kudapat dari salah satu teman di Dunia Maya-ku. Oke deh, kita langsung ke TeKaPe saja.


Sebelumnya, aku udah pernah membuat tutorial Membuat Read More (cara 1). Dalam tutorial yang ke satu itu, aku memberikan tips membuat Read More menggunakan HTML.

Rabu, 03 September 2014

Love Story In Circuit- Umbrella Girl [bagian 1]


Tipe ff: Bad fiction (ff yg sengaja dibuat buruk, dan bertujuan untuk kesenangan, tapi jangan dibilang ff alay ya.. -_-)
Rating: Teenager.
Genre: Romance Gaje, semrawut amburadul.
Rider Cast:
Marc Marquez
Pol Espargaro
Scott Redding
Esteve Rabat
Luis Salom

Tweep Cast:
Masha (Farikha9358)
Garneta Blythe (Triimhrn)
Clarissa (Dwiii126)
Aster (Meta_savitri)
Alyce (Nabilaamri_)

Sabtu, 30 Agustus 2014

Nado Saranghae [One Shoot]





Tittle: Nado Saranghae.
Genre: Romance, Friendship, Angst, etc.
Rating: Teen.
Length: One Shot.
Main Cast:
Sandara Park.
Kwon Jiyong.

Minggu, 24 Agustus 2014

Cara Membuat Read More Di Blogger (Cara 1)- [Tips]






iHola Readers ^,^

Aku membawa tips lagi nih, untuk kalian pengguna Blogger. Pasti masih belum banyak yang tahu tentang Read More di Blogger. Blogger dan Wordpress sangat berbeda dalam pengaturaan Read More atau Baca Selengkapnya. Jika di Wordpress bisa mengatur dengan mudah karena sudah tersedia pengaturannya. Berbeda dengan Blogger, kita harus mengaturnya secara manual. Memang sedikit sulit, tapi jika kalian membaca artikel ini sambil mempraktekannya maka akan lebih mudah. :)