Tittle: The Twins Marquez #2
Genre: Family, Sad(mudah2an), etc.
Rating: General
Disclaimer: Semua tokoh yg ada di FF ini adalah milik emaknya masing2, kecuali Masha, dia milik saya :D
Cast:
Masha Marquez Alenta (OC/You/Me :D)
Marc Marquez Alenta
Other cast:
Alex Marquez Alenta
Mommy Roser
Daddy Julian
And Dr. Xavier Mir
A/N : This is just a fiction story, bukan fakta. Jadi jangan anggap ini cerita betulan, kalaupun terjadi di dunia nyata, alhamdulillah ya *alasyahrini* :D
Don't CoPas!! Don't Plagiat!!
Happy Reading :)
.
.
"Sha..."
'PRANGG'
Aku menepis nampan yang di sodorkan Marc, hingga jatuh berantakan di lantai.
Aku muak. Aku muak dengan semua yang Marc lakukan. Dia itu monster. Penjahat. Aku menyesal menjadi saudaranya. Aku juga sangat-sangat menyesal menjadi saudara kembarnya.
Marc terbelalak.
"Sha... Kau kenapa? Kau tidak suka makanannya?" Marc berlutut di depan ku, dengan kedua tangannya diletakkan di atas lutut ku.
'Ya, aku tidak suka. Aku tidak suka kau masih tetap hidup Marc!' Umpat ku dalam hati.
Aku memandang Marc sekilas. Dia mengenakan T-shirt dan celana warna hitam selutut.
Aku menatap mata cokelat milik Marc, mata yang sama dengan mata ku. Bulu mata yang lentik, yang juga sama dengan milik ku. Ah, aku benci dengan kemiripan ini. Aku benci Marc. Aku benci semuanya. Aku benci.
"Keluarlah Marc! Aku ingin istirahat." Pinta ku, sambil menggerakkan kursi roda ku menuju ranjang ku.
"Baiklah, mari ku bantu!" Marc hendak menggendong ku, tapi aku menolaknya.
"Tidak Marc, aku bisa sendiri! Dan aku tidak butuh bantuan siapapun!!" Aku berusaha menggerakkan tubuh ku yang lemah ini, mendekat ke ranjang medium-ku. Aku tahu ini akan sulit dan akan membutuhkan banyak energi. Sedangkan energi di dapatkan dari karbohidrat. Tapi perut ku sendiri belum terisi karbohidrat sesuap-pun.
"Sha.. Mari ku bantu..," Marc menahan tubuh ku agar tidak terjatuh mencium lantai. Terselip nada kekhawatiran dari kalimatnya. Tapi aku tetap tak peduli.
"Lepaskan Marc!! Lepaskan!!" Aku terus memberontak. Menepis segala gerak tangan Marc yang berusaha membantu ku. Aku berusaha menggapai bagian tepi ranjang ku. Agar mudah menahan beban tubuh ku.
Aku masih tetap bersi-keras menolak bantuan Marc. Hingga aku merasakan tubuh ku mulai terhuyung dan...,
'Bruakk!!'
'Dug!!'
"Au..,"
"Sha..,"
***
(Author POV on)
Derap langkah kaki beberapa orang mulai mendekat ke arah sebuah ruangan yang memiliki pintu ber-cat putih. Terdengar jelas langkah cepat mereka, menggema di seluruh penjuru rumah sederhana ini. Ekspresi kekhawatiran terpampang jelas di wajah mereka. Itu sangat beralasan. Karena mereka mendengar sesuatu atau mungkin seseorang yang terjatuh ke lantai. Kejadian yang tidak mereka inginkan melintas di otak mereka.
"Masha..,"
"Kakak..," Tentu saja ini suara Alex. Satu-satunya penghuni rumah ini yang berstatus 'Adik'.
"Masha.. Kau tidak apa-apa sayang?" Mrs. Roser meraih tubuh Masha, di peluknya putri kesayangannya itu. "Maaf, tadi Mom masih sibuk di dapur...," Mrs. Roser mengecup puncak kepala Masha dengan lembut. Terselip nada kekhawatiran di setiap kata yang di ucapkannya.
"Aku yang salah Mom...," Marc tertunduk lesu. Perasaan bersalah terus membayanginya. Masha seperti ini karena dirinya, karena kecerobohannya.
"Sudahlah Marc!! Berhenti menyalahkan dirimu sendiri... Itu membuat ku semakin muak denganmu!!" Ucap Masha penuh dengan amarah dan penekanan di setiap kata.
Marc semakin tertunduk. Dalam hati ia terus merutuki dirinya, kesalahannya, kecerobohannya.
"Au.. Mom sakit..," Ucap Masha kesakitan. Tangan kirinya memegang punggungnya. Ia merasakan sangat sakit di bagian tulang belakangnya.
Perlahan-lahan pandangan Masha mulai kabur. Gelap. Semakin gelap. Lalu hilang.
Masha tak sadarkan diri.
"Alex! Cepat hubungi dokter!"
***
"Seharusnya Masha tidak di biarkan bergerak tanpa bantuan. Itu sangat berbahaya untuknya. Jika kejadian ini terulang kembali, bukan hanya kakinya saja yang lumpuh, tapi seluruh tubuhnya juga bisa bernasib sama. Lumpuh total!" Jelas Dr. Xavier Mir, dokter pribadi keluarga Marquez yang selalu mengontrol keadaan Masha.
"Ini resep obat yang bisa membantu meredakan rasa sakit pada tulang belakang Masha. Meski untuk saat ini keadaannya tidak terlalu mengkhawatirkan, tetap saja ia harus di awasi selama 24 jam, agar kejadian ini tidak terulang kembali." Ucap Dr. Mir, sambil menyerahkan note bertuliskan resep obat. Merasa tugasnya sudah selesai, Dr. Mir pamit kepada Mr. Julian beserta keluarga.
Setelah kepergian Dr. Mir, seluruh penghuni rumah ini-- kecuali Masha, hanya duduk termenung di ruang tengah. Mereka hanya sibuk dengan pikiran mereka masing-masing, sama sekali tak terlintas di benak mereka untuk memulai percakapan.
"Aku yang akan menjaga Masha..." Ucap Marc, memecah keheningan di ruang tengah yang berfungsi sebagai ruang keluarga itu.
"Tidak Marc! Kau lupa dengan ucapan Masha tadi, hah?" Mr. Julian mengingatkan Marc tentang kejadian tadi. Di mana Masha meluapkan kekesalannya dengan membentak Marc.
"Lalu siapa yang akan menjaga Masha? Mommy tidak mungkin menjaganya selama 24 jam, nanti rumah kita seperti kapal pecah jika Mommy tidak mengurusnya." Timpal Mrs. Roser, sambil menatap ketiga laki-laki di hadapannya secara bergantian.
Tanpa aba-aba ataupun perintah, mereka bertiga serempak menatap Alex yang sedari tadi hanya diam, tak bersuara ataupun mengungkapkan pendapat. "Aku?" Tanya Alex, sambil menunjuk dirinya sendiri. Ketiga orang yang di tanya hanya mengangguk mantap. "Baiklah... Setidaknya hanya aku yang tidak di tatap sinis oleh Kakak." Alex tersenyum lebar, yang memperlihatkan deretan giginya yang entah menurut orang lain itu nampak rapi atau tidak.
Marc hanya memutar matanya, bosan. "Dasar!"
***
"Kakak, apa aku boleh masuk?" Tanya Alex, saat ia membuka sedikit pintu kamar Masha dan sedikit menjulurkan kepalanya, bermaksud mengintip.
"Masuk saja." Jawab Masha, dengan nada yang terkesan dingin.
Merasa sudah mendapatkan izin dari pemilik kamar, Alex langsung masuk dengan memasang senyum seramah mungkin. "Mulai malam ini aku akan menjaga Kakak.." Alex mendekat ke arah Masha yang tengah bersandar di sandaran tempat tidur. Alex terlihat sedikit kerepotan, lantaran menenteng beberapa barang seperti selimut, kasur lipat, bantal, guling, tak lupa si Dobi-- boneka Teddy Bear warna cokelat kesayangan Alex.
"Kenapa harus dijaga? Aku 'kan sudah terbiasa di tinggal sendiri saat kalian ada jadwal race." Masha tetap serius meliuk-liukkan pensilnya di kertas HVS kosong di pangkuannya.
"Tapi, mulai minggu depan jika ada jadwal race, Kakak akan diajak. Mommy dan Daddy tak tega meninggalkan Kakak sendirian, yang hanya dijaga Nenek.." Ucap Alex, polos. Alex mulai menata kasur lipat di bawah-- tepatnya di samping kanan ranjang Masha.
"Apa, race?!" Tanya Masha, ia benar-benar terkejut dengan ucapan yang dilontarkan Alex.
"Iya, race.." Jawab Alex, tetap dengan ekspresi polosnya. Alex sudah selesai mempersiapkan keperluannya untuk tidur. Kasur lipat sudah siap, Dobi diletakkan di samping kanannya beserta dengan bantal-guling, tinggal mengenakan selimut saja.
"Alex, keluar!" Masha mengusir Alex secara tiba-tiba. Entah apa alasannya.
"Ap-apa?" Alex tersentak, ketika Kakaknya yang secara tiba-tiba mengusirnya dengan nada membentak. "Tapi kenapa Kak?"
"Kakak bilang keluar!!" Bentak Masha, sambil menunjuk pintu kamarnya. Mengisyaratkan Alex untuk segera keluar.
"Tapi Kak?"
"Keluar!!"
------see you next chapter------
Sebelumnya maaf....., banget. Karena baru bisa ngelanjutin nih ff. Pasti kalian nunggu banget ya? *kalo ada yang baca* XD aku punya berbagai macam masalah, makanya baru bisa pos sekarang. Udah gitu aja :D jangan lupa komentarnya :* ;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan dibiasakan jadi pengunjung gelap. Berikan komentar Anda, itu sangat penting bagi kelangsungan postingan saya. *jiaahh*